Coban Pelangi


Tawaran ke Air Terjun yang terletak tidak jauh dari Bromo langsung kami iyakan. Kami patungan menambah biaya agar bisa ke coban ini. Perjalanan ternyata tidak semulus yang dibayangkan. Turun naik nya jalan dan kami yang kelelahan akhirnya bagaikan diayun, kami semua pun tertidur. 

Sudah sampai, kata pak driver. Kami melemaskan badan seraya memperbaiki gendongan anak karena kami tau sebentar lagi perjalanan panjang dan penuh perjuangan kembali di mulai. Lebay, perkataan itu jika kitajalan sendiri. Tapi beneran ini penuh juang karena kami harus menuruni dan mendaki 2 km PP dengan kondisi menggendong anak. Bojo udah bilang, sanggup kah Mami ? Kenapa tidak , yang penting ada Papi? Karena ku yakin urusan Medan seperti ini, beliau sudah paham selalu ada cara untuk berhasil. 

Tiket 10 ribu per orang, twins gak bayar. Pak driver menunggu di parkiran. Kami berpisah dengan mbak mbak yang serombongan di dalam mobil. Mereka memutuskan ke atas, ke tempat yang lebih mudah terjangkau dan ada foto spotnya. Sedangkan kami mrmilih ingin melihat secara langsung air terjun itu.
Selangkah demi selangkah kami menuruni jalan. Kurasa sudah cukup lama berjalanan, dan badan mulai terasa penat. Tapi sayang sekali sudah sejauh ini. Saya bertemu dengan 2 orang WNA dan bertanya , apakah masih jauh? Mereka bilang iya. Kemudian bertemu lagi dengan orang yang baru dari bawah, bawa badan aja lelah lho kak, apalagi sambil gendong anak. 

Nah....mulai galau, apa musti dilanjutin aja atau gak? Papi kembali bertanya denganku. Tapi aku yakin pasti bisa. 


Sambil kunikmati perjalanan, Talita asik ngobrol denganku dalam gendongan sambil dia memperhatikan pepohonan. Itu ma....atas ma....pohon..daun, dll. Tameka dengan Papi di gendong ala ransel posisi di belakang. 

Lambat lain terdengar bunyi derasnya air. Pertanda sudah semakin dekat. Semangatku kembali membara. Dan akhirnya kami bertemu dengan anak tangga yang menuju ke jembatan. Akhirnya....sampai juga kataku. Dengan bahagia aku bergegas menuju ke tengah jembtan. Kulihat kanan kiri...kok gak ada air terjunnya. Jadi....dimana air terjunnya...batinku. 

Kami akhirnya memutuskan berhenti untuk beristirahat di warung depan jembatan yang telah kami sebrangi. Sang pemilik warung mengatakan, air terjunnya masih diatas lagi. Gak jauh. Sayang kan kalo gak kesana. 

Tapi nafas sudah tersengal sengal. Apalagi membayangkan jika harus terus naik ke atas sambil menggendong Talita, dan kondisi jalan tanahnya lebih licin dari jalanan sebelimnya. Bikin nyali ciut.


Namun disinilah batin Papi memahami istrinya. Mi, mami naik aja sendiri, Papi jaga mereka disini. Papi mau ajak Talita Tameka mandi di sungai bawah. Bahagia rasanya mendengar papi memberiku kesempatan untuk bisa mencapai air terjun diatas. Papi tau, kalo aku belum sampai disana, aku pasti gak puas. Dan dia tau, aku berjuang untuk itu. Love u so much honey! 



Dan Alhamdulillah kesampaian bisa melihat air terjunnya secara langsung. Inginku memang sampai ke kolam cobannya. Namun, terlalu beresiko. Perjalanan masih panjang. Kami harus mendaki lagi. Jangan sampai aku bertindak ceroboh hanya memikirkan Mauku saja. Akhirnya setelah cukup membuat dokumentasi dan menikmati sejuknya air terjun, aku bergegas kembali ke tempat semula. 



Terdengar teriakan Talita. Memang Talita paling kuat kalo urusan berenang. Airnya super dingin. Tameka baru aja nyemplung sekali langsung minta naik dan pake baju lagi. Talita, gak peduli. 20 menitan main air dengan penuh tawa bareng Papi. Kami sudahi karena perjuangan yang sebenarnya ya disini kata Papi. Kita harus mendaki mi. Dan itu harus pake teknik agar Mami sanggup dan tidak menyerah.

Baru 100 meter mendaki, rasanya udah mau nyerah. Tapi papi terus menyemangati. Papi memberi intruksi kapan harus istirahat, dan kapan harus terus melangkah. Jika di tengah jalan yang mendaki, kita harus terus mendaki. Karena itu, sebelum memulainya kembali, kit harus menyiapkan nafas dan stamina. Kita minum dan istirahat. Lalu lanjut mendaki tanpa henti sampai kita tiba di tempat yang datar. Karena jika kita berhenti di kemiringan, kita sukar untuk memulai langkah kita kembali. Alhamdulillah, akhirnyaaa.......sampai juga. Gak nyangka rasanya bisa berhasil. 
Proses perjalanan menuju destinasi menjadi pengalaman berharga bagiku. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar