Surabaya sangat friendly dengan pelancong. Bisa dikatakan begitu karena Angkot yang biasa disebut Lyn (wong Suroboyo nyebutnya }"Layn") ini banyak dijumpai di setiap ruas jalan. Bentuk seperti oplet dengan tarif jauh dekat Rp 4.000,- .
Berhubung BG Junction tidak begitu menarik, ya seperti lumrahnya pusat perbelanjaan, kami pun memutuskan ke Monumen. Tapi, jauh juga kalo ditempuh dengan jalan kaki. So... Lyn yang lewat di depan BG Junction pun kami naiki. Lyn berjalanan perlahan karena sang sopit terus mencari penumpang. Lumayan enak dan sekalian keliling kota Surabaya, dan monumennya terlewatkan, gak papa lah, kan masih ada waktu, kata Papi. Sempat kami ngobrol dengan penumpang lain, dengan bahasa jawi (jawa plus indonesia), bertanya tentang masakan khas lainnya serta Masjis Sunan Ampel yang kami ingin datangi juga. Gak terasa, sekitar 15 menit kemudian, kami sudah sampai di Terminal Akhir JMP (Jembatan Merah Plaza).
Jembatan Merah, sungguh gagah...berpagar gedung indah
Sepanjang hari...yang melintasi...silih berganti
Mengenang susah hati patah...Ingat jaman berpisah
Kekasih pergi...sehingga kini..belum kembali
Biar Jembatan Merah
Andainya patah, akupun bersumpah
akan kunanti dia...di sini bertemu lagi
Jembatan Merah yang catnya memang merah ini punya sejarah, selain keroncong Jembatan Merah ciptaan Gesang yang lagi disenandungin Papi. Dahulu, zaman Belanda, jembatan ini berperan penting karena menjadi penghubung untuk bisa melewati Kalimas menuju Gedung Keresidenan Surabaya (sekarang sudah tidak ada). Di kawasan jembatan ini pula berkembang pesat perdagangan akibat dari perjanjian Paku Buwono II dari Mataram dengan Belanda, 11 November 1743, yang didalam perjanjian itu, sebagian daerah pantai utara, termasuk Surabaya , diserahkan penguasaannya kepada Belanda. Sejak itu Surabaya berada sepenuhnya di dalam kekuasaan Belanda. Dan bukti perkembangan ekonomi itu yakni Jembatan Merah Plaza (JMP). Jembatan ini dulunya terbuat dari kayu, namun diganti besi di 1890an, sehingga sebenarnya sama saja dengan jembatan lainnya, beda nya hanya warna merah.

Panas matahari siang ini sangat terik, ditambah angin sepoi-sepoi, perut kenyang, dan tak lain tak bukan mata jadi emang ngantuk. Berulang kali Papi menguap. Dia masih pengen ngelanjutin tidur, meskipun aku lagi semangat mau muter-muter. Yah,,, sudahlah, kami kembali melangkah ke terminal Lyn JMP. Sesekali ku jeprat jepretin Canon G15 ku ini ke beberapa bangunan tua. Asik, apalagi langit begitu biru, tapi cuaca panasnya ini yang gak nahan euy.

Lyn sudah hampir penuh, kami pun bergegas naik dan melanjutkan perjalanan hingga ke penginapan kami. Saatnya kami "berlayar ke pulau Kapuk" untuk melemaskan kembali tubuh yang lelah ini. zzZZzzZZZ.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar