Sunrise di Bromo



10 Juni 2019

Waktu yang sudah lama kunantikan sejak 29 Januari 2014, di kala pergi ke Bromo bareng sama Momoy dan Koko (Eta dan Angga). Aku berjanji, suatu hari pasti bakalan kembali lagi kesini bareng suami dan pasti mendapatkan sunrise. Ternyata dapat bonusnya banyak, bukan hanya itu, Alhamdulillah kami pun bisa menikmati keindahan ciptaan Allah Swt bareng twins, Talita dan Tameka yang waktu itu berusia 2.5 tahun. 

Perjalanan kami dimulai tepat tengah malam di tanggal 10. Semenjak hampir 1 bulan sebelumnya, saya sudah memesan pake perjalanan di salah satu operator tour di daerah Malang. Harganya kalau tidak salah sekitar 400k per orang. Beruntung karena twins masih baby gak termasuk biaya alias gratis. Kami waktu itu ada menambah biaya lagi karena ingin singgah ke Coban Pelangi juga, kalau gak salah 100k. Dan trip kami kali ini bukan private ya tapi di mix sama kelompok lain. Soalnya kalau sewa jeep saat musim peak season pasca lebaran seperti ini harganya mahal banget, bisa 1.5 jutaan, lumayan kan, bisa hemat setengahnya. 

Pukul 00.00 jeep sudah menunggu di depan pengianpan kami di jalan belimbing Malang. Kemudian jeep menjemput satu persatu penumpang lalu berhenti disalah satu pasar. Disana banyak penumpang lainnya. Ada yang split dari rombongan agar semua penumpang bisa terbagi dengan rata di masing masing jeep. Jadi pihak driver alias pemilik jeepnya ini bekerjasama dengan operator tour and travel yang mengatur pemesanan. Setelah semua sudah siap, lumayan lama juga ya, hampir sejam an, kamipun memulai perjalanan. Ohya, saya lupa nama pasarnya, tapi pas disebrangpintu pasarada Indomaret yang buka 24 jam. Saya pun menyempatkan diri berbelanja kekurangan dan numpang ke belakang. Brrrrrrr……airnya dingin euyyyy. 

Twins tidur nyenyak dimasing masing gendongan. Hangat dalam dekapan kami. Kami sengaja membawa gendongan. Kalau saya pakai hanaroo, kalau pake gendongan seperti ransel. Tak lupa kami memakaikan jaket, bahan baby terry saja, dan cupluk. Itu udah cukup membuat hangat bagi anak anak, dikarenakan langsung kita dekap. Baik kita dan anak sama sama hangat. Begitu juga kami. Hanya pakai sweater udah lumayan hangat. 

Saat traveling bersama anak kecil, persiapan kita memang lebih extra. Kami harus membawa gendongan, pakaian extra baik untuk kami ataupun anak anak, tisu kering basah, air putih yang lumayan banyak bisa berfungsi ganda, popok, kresek, makanan dan cemilan, serta susu. Meskipun waktu itu twins masih belum selesai disapih. Saya juga membawa mukenah. 

Kembali ke cerita perjalanan. Konvoi jeep membelah malam. Dari jauh juga tampak iring iringan jeep lainnya. Warnanya berbeda. Ada kuning, merah, hitam, putih dan sebagainya. Jeep ini bisa menampung 5 orang. 1 di depan dan 4 dibelakang dan duduknya berhadapan seperti di angkot. Kalau kami terbiasa karena mobil kami juga jeep tapi katana. Hehehe. 

Jalanan mulai terasa menanjak dan kamipun memasuki perkampungan warga , berkelok kesana kemari, kemudian akhirnya melewati gerbang dan kumpulan jeep lalu kembali melanjutkan hingga mulai menaiki gunung dan menurut saya, petualangannya baru dimulai. Jalanan menanjak ini curam dan saya sengaja memilih duduk didepan, penasaran dengan jalanannya dan bagaimana cara supir berkendara dengan mobil jeep yangusianya sudah setara saya. Kata drivernya, komunitas Jeep terbesar di dunia ada disini. Ada hampir 1000 an jeep. Woww.,.,banyak sekali. Dan musim lebaran ini semuanya bakalan terpakai. 

Perjalanan menaiki gunung ini ngeri tapi seru. Jalanan naik dan turun memang sudah diatur searah. Dari jauh terkihat hamparan cahaya dari lampu di perkampungan bawah yang semakin lama semakin luas bak lautan bintang yang berwarna warna. Saya seolah kembali ke beberapa tahun silam saat pertama kali terkesima akan keindahan ini. Masya Allah Alhamdulillah, terimakasih ya Allah. Saya bisa kembali lagi kesini. 

Talita menggeliat pelan dalam gendongan, tidak ada keinginannya untuk bangun, meskipun semakin lama udara dingin semakin terasa di badan. Meskipun suara derit kendaraan dan obrolan kami cukup kencang. Tapi bagus juga, jadi anak anak cukup beristirahat dan bangun saat dipenanjakan untuk menyaksikan sunrise langsung. 

Saatnya tiba di penanjakan yang menukik tajam membuat jantung ingin copot. Benar-benar kondisi mobil harus prima terutama rem tangan harus bisa seirama dengan injakan pedal serta mental nya si pengemudi. Iring iringan kendaraan disini padat dan melambat. Di depan antrian memanjang begitu juga di belakang. Liburan ini membuat kami yang akhirnya sudah sampai di penanjakan harus rela berjalan kaki jauh karena mendapatkan tempat parkir yang lumayan jaraknya dengan tangga penanjakan. 

Kami harus segera bergegas ke atas meskipun subuh belum tiba, padahal niatnya mau sholat subuh di kedai bawah akhirnya batal. Karena jika kami tetap bersikukuh, bakalan pepet pepetan dan kesulitan menaiki tangga apalagi masing masing dari kami menggendong anak yang butuh extra tenaga dan kesabaran. 

Subuh di Penanjakan begitu indah. Bintang terlihat gemerlap , penuh sepenuh kami yang dibawah langit menanti sunrise di Bromo. Sholat subuh harus dilaksanakan, sengaja membawa air lebih untuk berwudhu dan kami menunaikan sholat subuh di atas tikar yang disewakan para pedagang disini. 

Sebelum pukul 5subuh, tampak semburat orange terlihat yang semakin lama semakin kuat. Itulah yang kami nantikan. Matahari terbit di ufuk Bromo bersama orang orang tercinta, keluarga kami. Masya Allah, Allahu Akbar. Begitu besar keagungan Allah Swt. 

Video kami : 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar